1. IBNU KHALDUN
Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.
Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).
Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadis, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab ke empat dan ke lima, menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori sejarah
Ibnu Khaldun membagi ilmu kepada dua bagian besar. Pertama adalah ilmu yang bersifat naqliyah (tekstual), yaitu ilmu yang dikutip manusia dari merumuskan atau menetapkan landasannya dan diwariskannya secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Seluruh ilmu model pertama ini bersumber dari kabar peletak syari’at, yaitu Allah Swt, dan akal tidak berperan sama sekali, selain menghubungkan cabang permasalahannya pada sumber utama. Ilmu model ini berusaha menjelaskan akidah, mengatur kewajiban agama dan memberlakukan undang-undang syari’at. Dengan kata lain, ilmu naqliyah adalah ilmu agama dengan segala macamnya serta ilmu penunjang yang berhubungan dan dipersiapkan untuk dipelajari, seperti ilmu lughat (linguistik), ilmu nahwu (tata bahasa) dan lain-lain.
Kedua adalah ilmu-ilmu ‘aqliyah (rasional), yaitu buah dari aktivitas pikiran manusia dan perenungan. Ilmu-ilmu ini bersifat alamiah bagi manusia, dengan pandangan bahwa manusia adalah homo sapiens. Ilmu-ilmu ini tidak khusus bagi masalah keagamaan, tetapi berlaku bagi para pemeluk agama lain dan mereka sama di dalam menerima pengetahuan dan bahasanya. Ilmu-ilmu ini telah ada sejak manusia diciptakan dan disebut dengan filsafat hikmah. Manusia mengambil petunjuk dari ilmu-ilmu ini dengan potensi dan pikirannya, sehingga memahami obyek permasalahannya serta aspek-aspek keterangan dan pengajarannya.
Di samping pemikiran Ibnu Khaldun sangat rasionalis, karena pernah belajar filsafat, sekaligus merupakan seorang empiris. Perpaduan dua aliran ini yang pada masa sekarang disebut ilmiah. Bahkan Fuad Baali dan Ali Wardi berpendapat bahwa Ibnu Khaldun sangat religius dan memiliki kecenderungan sufistik. Hal ini dibuktikan bahwa Ibnu Khaldun pernah menjabat sebagai Hakim Agung Madzhab Maliki di Mesir berkali-kali. Muhammad Iqbal juga menambahkan bahwa Ibnu Khaldun adalah satu-satunya muslim yang telah memasuki tasawuf yang berjiwa ilmiah. Hal itu tidak lain disebabkan ambisi dan kesungguhan Ibnu Khaldun dalam mencari berbagai macam ilmu, ditambah lagi dengan begitu luasnya pengalaman praktis yang telah digeluti. Fakta ini pada akhirnya menyebabkan Ibnu Khaldun memunculkan gagasangagasan, termasuk tentang pendidikan yang selalu baru dan cemerlang.
Pemikiran Ibnu
Khaldun tentang metode pembelajaran adalah kritik berdasar dari gaya para
pendidik pada masanya. Sebagai alternatif solusi, Ibnu Khaldun menganjurkan dalam
pembelajaran yaitu
- Jangan menggunakan metode indoktrinasi terhadap peserta didik, karena hal ini berarti mendidik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya hendaknya mengajarkan beragam keilmuan secara sedikit demi sedikit mula-mula disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik hingga selesai materi.
- Jangan banyak mengumpulkan ringkasan-ringkasan tentang bermacam-macam masalah keilmuan karena hal ini akan mengganggu proses pembelajaran, peserta didik dihadapkan pada kerepotan dalam memahami istilah-istilah ringkas tersebut.
- Jangan menggunakan metode menghafpal hal-hal atau materi yang tidak berguna dalam rentang waktu cukup lama dan menyibukkan diri dengan banyak peristilahan tentang materi,
- Jangan memberikan alokasi waktu yang banyak untuk mempelajari ilmu-ilmu alat (ekstrinsik) melebihi ilmu-ilmu utama (intrinsik), sehingga menyebabkan hilang fungsi ilmu alat sebagai ilmu penunjang.
- Jangan menggunakan metode militerisasi karena pendidik bersikap keras terhadap anak didik, yang akan berdampak buruk bagi anak didik berupa kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal
2. JOHN DEWEY
John Dewey lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington,r negara bagian Vermont, Amerika Serikat. Ia dibesarkan di kota yang sama dari keluarga yang saieh dengan latar belakang ekonomi kelas menengah. Ibunya adalah orang Kristen yang berlatarbelakang gereja evangelikal sehingga memiliki pengawasan yang cukup kerar terhadap kehidupan rohaninya.r Namun Dewey tidak senang dengan cara demikian dan menimbulkan kekecewaan baginya, karena baginya, perasaan agama tidak sehat jika dinilai dan dijelaskan secara seksama sejauh persaan iru ada, baik, dan sedang bertumbuh.
Pendidikan yang dilajalaninya hingga SMA, berporos pada penghafalan. Cara belajar yang demikian membosankannya, tetapi ia termasuk siswa yang rajin dan pintar, maka ia dapar menyelesaikan pendidikan dasar pada usia dua belas rahun. Pendidikan menengah yang dijalaninya lebih berorienrasi pada studi klasik . Sesudah ramar SMA, Dewey melanjurkan pendidikan diUniversitas Vermont dan menyelesaikan pendidikannya di bidang filsafat
Ia juga menyelesaikan pendidikan
di Universitas Hopkins di kota Baltimore, negara bagian Maryland, dengan gelar
Ph. D. Di lJnviersitas Cichago, Dewey menjabat sebagai Dekan Fakulras Filsafat
pada tahun 1894. Ia pernah menjadi guru SMA di Oi1 City, negara bagian
Pennsylvania danmenjadi dosen di Michigan, Minnesota, Chicago Coiumbia di New York
Menurut Dewey, pendidikan adalah
upaya menolong manusia agar dapat berefleksi terhadap masalah yang tirnbul
daiam masyarakar dan upaya memperlengkapi mereka agar menghasilkan perubahan
yang nyara dalam kehidupan mereka. Jika dalam proses pendidikan tidak ada
pengaruh yang positif terhadap aiam dan masyarakar, maka janganlah disebut
pendidikan, karena pendidikan harus memberikan pengaruh perubahan dan pertumbuhan
3. PLATO
Plato lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM. Ia dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Periktione. Ketika bapaknya meninggal ibunya nikah lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena. Plato adalah filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karya Plato yang paling terkenal ialah Republik, di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Plato terkenal dengan ajarannya tantang cita-cita yang disebut “dunia cita-cita.
Pengertian pendidikan menurut
Plato adalah proses membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal
dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan. Pendidikan itu sangat
perlu, baik bagi dirinya sebagai individu maupun sebagai warga negara. Dengan
kata kutip; Negara wajib memberikan pendidikan kepada setiap warga negaranya.
Namun demikian, setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti
ilmu sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing-masing sesuai jenjang
usianya. Sehingga pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak dan perubahan
bagi kehidupan pribadi, bangsa dan negara.
Idealnya dalam sebuah negara
pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang
paling khusus. Bahkan, karena pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat
mulia. Maka ia harus di selenggarakan oleh Pemerintahan. Karena pendidikan itu
sebenarnya merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.
Dengan pendidikan orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak
benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa
yang jahat, ataupun apa yang patut apa yang tidak.
Jelas bahwasanya, peranan pendidikan
yang paling utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbarui. Selain itu
akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala
keutamaan dan moralitas jiwa yang mengantarkannya ke idea yang tinggi yaitu
kebajikan, kebaikan dan keadilan. Cita-cita agung plato ini terus digenggamnya
sampai akhir hayat sampainya bermanfaat setiap zaman-nya.
Adapun Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga negara yang baik, masyarakat yang harmonis, Melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien sebagai seorang anggota masyarakat. Plato juga menekankan perlunya pendidikan direncanakan dan diprogramkan sebaik-baiknya agar mampu mencapai sasaran yang diidamkan.Dengan kata lain, pendidikan yang baik haruslah direncanakan dan diprogramkan dengan baik agar dapat berhasil dengan baik. Karena itu, dalam menanamkan program pendidikan itu, pemerintah harus mengadakan motivasi, semangat loyalitas, kebersamaan dan kesatuan cinta akan kebaikan dan keadilan.
Pendidikan direncanakan dan diprogram menjadi (tiga) tahap sesuai tingkat usia. Diantaranya:
- Masa taruna hingga sampai dua puluh tahun.
- Usia dua puluh tahub hingga tiga puluh tahun.
- Usia tiga puluh sampai usia empat puluh tahun.
(Sayangnya, Plato melewatkan
bidang pendidikan dasar)
Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan memberikan bimbingan pada perasaan-perasaan yang lebih tinggi , yaitu akal guna mengatur nafsu-nafsu. Seketika pendidikan tersebut diberikan arahan atau bimbingan yang dimasukan dalam hal perasaan, maka segala tindak tanduk seseorang akan lebih baik lagi.
Plato berfikir bahwa Pendidikan sangatlah penting, sehingga dengan akal yang diberikan kepada manusia, setiap individu dapat membedakan hal baik dan buruknya. “Tanpa akal mana mungkin seseorang dapat berpengetahuan, dan tanpa ilmu pengetahuan pun seseorang tidak akan memiliki akal yang baik, apalagi dapat memilah dan memilih”. Pendidikan merupakan bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didiknya menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Maksud dari kepribadian yang utama yang ideal diatas adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran atau nilaiyang menjadi pedoman hidup masyarakat, bangsa dan negara.
4. PAULO FREIRE
Paulo Freire lahir pada 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan bagian selatan Brasil dan wafat pada 2 Mei 1997. Recife merupakan sebuah kota yang terbelakang dan miskin. Ayahnya bernama Joaquim Temistocles Freire, berprofesi sebagai polisi militer di Pernambuco yang berasal dari Rio Grande de Norte. Dia adalah seorang pengikut aliran kebatinan, tanpa menjadi anggota dari agama resmi. Baik budi, cakap, dan mampu untuk mencintai. Sedangkan ibunya, Edeltrus Neves Freire, berasal dari Pernambuco, beragama Katolik, lembut, baik budi, dan adil. Merekalah yang dengan contoh dan cinta mengajarkan kepada Paulo Freire untuk menghargai dialog dan menghormati pendapat orang lain.
Pada tahun 1929 krisis ekonomi
melanda Brasil. Orang tuanya, yang termasuk kelas menengah terkena imbas krisis
itu dan mengalami kejatuhan financial yang sangat hebat. Akibat kondisi seperti
itu, Freire terpaksa belajar mengerti apa artinya menjadi lapar bagi seorang
anak sekolah. Sehingga pada umur sebelas tahun, karena pengalaman yang mendalam
akan kelaparan, bertekad untuk mengabdikan kehidupannya pada perjuangan melawan
kelaparan, agar anak-anak lain jangan sampai mengalami kesengsaraan yang tengah
dialaminya.
Paulo Freire kuliah di Universitas
Recife pada fakultas hukum. Dia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa
sambil menjadi guru penggal waktu Bahasa Portugis. Paulo Freire bahkan pernah
menjadi Direktur Bagian pendidikan dan Kebudayaan SESI (Pelayanan Sosial) di
Negara Bagian Pernambuco. Paulo Freire mendapatkan gelar doktor di Universitas
Recife pada tahun 1959. Paulo Freire mendapat undangan dari Amerika Serikat
untuk Tenaga Ahli Pusat Studi Pembangunan Dan Perubahan Sosial serta Guru Besar
Tamu di Pusat Studi Pendidikan dan Pembangunan, Universitas Harvard.
Beberapa karya Paulo Freire yaitu:
- Pedagorgy of the Oppressed
- Pedagogy of the City
- Pedagogy of Hope
- Pedagogy of the Heart
- Pedagogy of Freedom
- Pedagogy of Indignation
Freire percaya bahwa tugas utama
sistem pendidikan itu adalah reproduksi ideologi kelas dominan sebagai alat
mempertahankan kekuasaan mereka. Anak didik pun lantas diperlakukan sebagai
”bejana kosong” yang akan diisi sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal
ilmu pengetahuan” yang akan dipetik hasilnya kelak.
Pendidikan yang ideal, seharusnya
berorientasi kepada nilai-nilai humanisme. Humanisme pendidikan yang dimaksud
Freire adalah mengembalikan kodrat manusia menjadi pelaku atau subyek, bukan
penderita atau objek. Freire berharap sistem pendidikan ini menjadi kekuatan
penyadar dan pembebas umat manusia dari kondisi ketertindasan.
Selain itu, Freire menginginkan
proses belajar sebagai bentuk investigasi kenyataan. Maksudnya, proses
pendidikan itu melibatkan indentifikasi permasalahan yang terjadi di
masyarakat. Konteks pendidikan negara agraris misalnya, kurikulum pendidikannya
juga harus melibatkan realitas permasalahan pertanian di dalamnya. Selain itu,
Freire juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara guru dan murid.
Proses ini merupakan investigasi bersama-sama yang terus dilakukan oleh para
murid. Para murid diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu
proses yang tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para guru, mereka harus
memposisikan diri juga sebagai murid yang tidak pernah berhenti untuk belajar.
Dalam tahap ini, Freire percaya bahwa pendidikan yang dialogis dengan rakyat
yang tertindas dapat menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.
Melalui karya pemikirannya tentang
pendidikan, Freire telah mengingatkan dengan tegas bahwa setiap orang harus
berjuang untuk menjadi manusiawi. Maksudnya, mampu membebaskan diri dari
kesadaran penindasan yang dikonstruksikan oleh kalangan atas. Pembebasan
tersebut dapat tercapai melalui investigasi menyeluruh tentang budaya yang
membentuk karakter masyarakat yang apatis terhadap ketertindasan dirinya.
Freire berharap konsep pendidikan yang ia tawarkan mampu menjadi roda mobiltas kaum
miskin.
Intinya, Freire melalui
pemikirannya beranggapan bahwa sudah saatnya bagi negara untuk mengganti secara
total sistem pendidikan yang menurutnya sangat menindas tersebut dengan sistem
pendidikan yang baru karena baginya pendidikan adalah suatu proses pembebasan
dan untuk memanusiakan manusia.
Sebagai solusi atas sistem
pendidikan yang telah dikritisinya tersebut, Paulo Freire kemudian menawarkan
satu sistem pendidikan yang baru yang secara teoritis dipengaruhi oleh
pemikiran Plato, Aristoteles, dan pemikiran kaum Marxis.
Baginya pendidikan adalah suatu
proses pencarian kebenaran dan pencarian realitas diri serta sebagai alat untuk
membebaskan diri dari segala bentuk penindasan dan belenggu yang mengikatnya.
5. JEAN JACQUES ROUSSEAU
Jean Jacques Rousseau dilahirkan
pada 1712 di Genewa, Swiss. Sejak kecil ia menjalani hidupnya dengan cukup
sulit, ibunya meninggal tidak lama setelah ia lahir, sedangkan ayahnya
diasingkan dari Genewa karena suatu kasus. Oleh karenanya Rousseau harus hidup
sebatang kara di Genewa sampai berusia 16 tahun. Pada 1728, ia meninggalkan
kota kelahirannya itu untuk mengembara tanpa tujuan yang jelas. Bertahun-tahun
ia pergi dari satu tempat ke tempat lain, tanpa memiliki pekerjaan yang tetap.
Hingga akhirnya tahun 1750 menjadi titik balik kehidupan Rousseau.
Ketika berusia 38 tahun, nama Jean
Jacques Rousseau mendadak terkenal setelah ia mendapatkan hadiah dari Akademi
Dijon untuk esai terbaik dengan tema “apakah seni dan sains bermanfaat bagi
manusia dan moral”. Esai yang dibuat oleh Rousseau berhasil memukau para juri
dan menempatkannya sebagai esai terbaik. Dalam hasil karyanya itu, Rousseau
menyimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan seni tidak bermanfaat bagi
umat manusia.
Rousseau kemudian menulis banyak
karya lainnya yang berisi pemikiran-pemikiran kritis dirinya mengenai berbagai
hal. Beberapa di antara tulisannya semakin meningkatkan kualitas dirinya di
mata masyarakat, seperti Discourse of the Origin of Inequality (1775), La
Nouvelle Heloise (1761), Emile (1762), The Social Contract (1762), dan
Confessions (1770). Rousseau juga sangat gemar menulis naskah untuk opera.
Rousseau membuat banyak teori mengenai konsep pendidikan yang baik bagi anak-anak. Rousseau meminimalisasi penggunaan buku pelajaran dalam pendidikan anak-anak. Menurutnya, emosi dan pengalaman si anak lebih penting dalam membentuk karakter dan pemikirannya ketimbang buku-buku pelajaran yang hanya menampilkan teorinya saja. Sehingga jelas bahwa Rousseau, melalui pemikiran-pemikirannya sangat mempengaruhi teori pendidikan modern.
Dilihat dari sudut pandang makro
pandangan Rousseau memberikan kontribusi bagi pendidikan Indonesia dalam hal
kebebasan siswa untuk memepelajari apa yang ingin dipelajarinya. Salah satu
langkah nyata yang diambil pemerintah yaitu dengan mendirikan berbagai sekolah
menengah kejuruan. Jadi siswa dapat memepelajari apa yang ingin dia pelajari
walaupun masih harus dibatasi aturan-aturan tertentu. Sedangkan jika dilihat
dari sudut pandang mikro pandangan Rousseau bahwa pendidikan harus berlangsung
dalam dunia nyata sejalan dengan paham konstruktivisme, bahawa pembelajaran
akan bermakna jika siswa mengalaminya sendiri. Konsep ini sudah banyak
dikembangakan oleh tenaga pendidik Indonesia. Guru kita sudah banya yang
beralih dari pembalajaran metode lama (ceramah) ke pembelajaran yang melibatkan
siswa secara langsung dalam prosesnya.
SAYA UCAPKAN TERIMA KASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar