K.H Hasjim Asy'ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara . Ayahnya bernama Kyai Asy'ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Berdasarkan silsilah garis keturunan ibu, K.H. Hasjim Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir yang berlanjut ke Brawijaya V.
Hasjim Asy'ari putra Halimah putri Layyinah putri Sihah Putra Abdul Jabar putra Ahmad putra Pangeran Sambo putra Pangeran Benowo putra Joko Tingkir (Mas Karebet).KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang.
K.H. Hasjim Asy'ari memiliki karya dan pemikirannya, sehingga ia banyak membuat tulisan dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya; kitab-kitab tersebut antara lain:
- Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati, Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah)
- Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW)
- Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar)
- Al-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan)
2. KH AHMAD DAHLAN
KH Ahmad Dahlan memiliki nama asli Muhammad Darwis, lahir di
Yogyakarta, 1 Agustus 1868. Ahmad Dahlan adalah anak keempat dari tujuh
bersaudara yang ada di keluarga KH Abu Bakar. Ayahnya seorang tokoh agama
terkemuka, khatib di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta di era Hindia Belanda.
Ibunya, Siti Aminah, adalah putri Haji Ibrahim, penghulu di Kesultanan
Yogyakarta pada masa itu.
Ahmad Dahlan organisasi Muhammadiyah, juga mendirikan sekolah dengan menggunakan nama Muhammadiyah. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH.
Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah
melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan
spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut
(agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
Menurut Dahlan, materi pendidikan yang diberikan adalah pengajaran
Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar.
Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi
perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran
Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan
peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan
liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di
dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, menurut K.H. Ahmad Dahlan materi pendidikan atau kurikulum pendidikan hendaknya meliputi:
- Pendidikan moral, akhlaq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al Qur’an dan as sunnah.
- Pendidikan Individu yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang kesinambungan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akal pikiran serta antara dunia dan akhirat.
- Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesedihan dan keinginan hidup masyarakat. Dilihat dari sudut kurikulum,sekolah tersebut mengajrakan tidak hanya ilmu umum tetapi juga ilmu agama sekaligus. Hal ini merupakan trobosan baru bahwa pada saat itu lembaga pendidikan umum (sekolah) hanya mengajarkan pelajaran umum dan sebaliknya lembaga pendidikan agama (pesantren) hanya mengajarkan pelajaran agama. Dengan kurikilum tersebut, Ahmad Dahlan berusaha membentuk individu yang utuh dengan memberikan pelajaran agama dan umum sekaligus.
Ki Hajar
Dewantara lahir dengan nama Raden Mas (R.M.) Suwardi Suryaningrat. Beliau lahir
pada Kamis Legi, 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara berasal dari
keluarga bangsawan Puro Pakualaman Yogyakarta. Ayahnya adalah Kanjeng Pangeran
Ario (K.P.A.) Suryaningrat dan Ibunya bernama Raden Ayu (R.A.) Sandiah. K.P.A.
Suryaningrat sendiri merupakan anak dari Paku Alam III.
Menjadi
keluarga bangsawan, membuatnya mendapat pendidikan yang berkecukupan. Ki Hajar
Dewantara bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar milik
Belanda di kampung Bintaran Yogyakarta. Lulus dari ELS Suwardi Suryaningrat
masuk ke Kweekschool, sebuah sekolah guru di Yogyakarta.
Pada tanggal 3
Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan
institusi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau
dalam Bahasa Indonesia Perguruan Nasional Tamansiswa. Tiga slogan Ki Hajar
Dewantara di sistem pendidikan yang digunakannya saat ini sangat dikenal di
kalangan siswa dan tenaga pengajar di seluruh Indonesia.
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan kemerdekaan sebagai syarat dan juga tujuan membentuk kepribadian dan kemerdekaan batin bangsa Indonesia agar peserta didik selalu kokoh berdiri membela perjuangan bangsanya.Karena kemerdekaan menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan, maka sistim pengajaran haruslah berfaedah bagi pembangunan jiwa dan raga bangsa. Untuk itu, di mata Ki Hajar Dewantara, bahan-bahan pengajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan hidup rakyat.
Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan; kita harus mengunakan dasar tertib dan damai, tata tentram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang. Memajukan pertumbuhan budi pekerti- pikiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, agar pendidikan dapat memajukan kesempurnaan hidup. Yakni: kehidupan yang selaras dengan perkembangan dunia. Tanpa meninggalkan jiwa kebangsaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar